Rahim Pengganti

Bab 136 "Pertemuan dan Perpisahan"



Bab 136 "Pertemuan dan Perpisahan"

0Bab 136     

Pertemuan dan Perpisahan     

Pagi ini Bian dan Carissa pergi meninggalkan hotel, keduanya tidak mengatakan akan pergi kemana. Hal itu karena masih menjaga perasaan bunda Iren, Carissa tahu hal ini tidak baik namun, hanya dengan cara ini lah dirinya bisa bertemu dengan seorang pria yang mengaku sebagai ayahnya. Pria yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang tua, yang selama bertahun tahun dirindukan oleh Carissa.     

Bukan karena, Carissa tida menghargai setiap kasih sayang yang di berikan oleh bunda Iren. Namun, saat itu sebagai seorang anak Carissa ingin sekali merasakan memiliki orang tua.     

"Sayang sebelum kita ke sana. Kamu yakin mau bertemu?" tanya Bian lagi. Sebagai seorang suami, Bian hanya ingin memperingati setiap hal yang akan terjadi, Bian tidak mau istrinya merasa terluka dan sakit hati akibat pertemuan ini, dan hal itu akan berpengaruh dengan rumah tangga mereka.     

Carissa menatap ke arah suaminya dan menganggukkan kepalanya. "Yakin mas. Aku pengen menyelesaikan semuanya, aku gak mau terbelenggu dalam kisah masa lalu," jawab Carissa. Mendengar jawaban itu membuat Bian membawa istrinya ke dalam dekapannya memeluk Carissa dengan erat. Mobil yang dikendarai oleh, Bian langsung pergi meninggalkan area parkir hotel.     

***     

Di sinilah mereka di lobby rumah sakit, Carissa dan Bian melangkah dengan pasti. Masuk ke area rumah sakit, bahkan saat ini jantung Carissa berdetak dengan sangat kencang. Wanita itu tiba tiba saja merasakan gugup yang luat biasa.     

"Permisi ruangan bapak Andi Brata ada di sebelah mana?" tanya Bian. Mereka tidak menghubungi Ikram, sebelumnya padahal laki laki itu mengatakan kalau mau datang bisa menghubungi dirinya namun, karena Bian dan Carissa ingin datang tak mereka tahu membuat keduanya harus bertanya lebih dulu.     

Suster yang ada di bagian informasi segera memberitahukan keberadaan ruangan tersebut, setelah itu Carissa dan Bian langsung berjalan menuju ruangan. Detak jantung Carissa berdebar dengan sangat kencang wanita itu juga meremas tangan suaminya untuk menghilangkan rasa gugup di dalam dadanya.     

Tiba di dekat ruangan rawat tersebut, Kasa dan Ikram yang baru keluar menoleh ke arah mereka. Pandangan mata kedua pria itu menatap ke arah Carissa yang akhirnya datang mengunjungi Andi. Senyum bahagia tercetak dengan sangat jelas di wajah Kasa dan juga Ikram.     

"Saya yakin kalau kamu akan datang Ca. Silakan kalian bisa melihat keadaan Papa. Masa kritisnya juga sudah lewat, pagi tadi juga sudah kembali sadar. Hanya saja saat ini, Papa masih tidur akibat baru mengonsumsi obatnya," jelas Ikram.     

Bian hanya menganggukkan kepalanya, mereka berdua masuk bersama dengan Ikram. Dapat dilihat bagaimana kondisi Andi yang sudah terpasang dengan berbagai macam alat di tubuhnya. Melihat hal itu membuat Carissa meneteskan air matanya, wanita itu menangis di depan tempat tidur pria yang mengatakan bahwa dirinya adalah ayah Carissa. Pria yang selama ini dirindukan oleh Carissa. Melihat sang istri sudah menangis, membuat Bian memeluk Carissa memberikan usapan penuh cinta di punggung istrinya itu.     

"Kondisi Papa memang sudah membaik, hanya saja saat ini Papa harus banyak beristirahat dan tidak memikirkan hal yang membuat tekanan darahnya naik. Papa pernah sekali anfal, dan hal itu membuat dokter mengatakan untuk menjadi kondisi kesehatan beliau."     

Ikram banyak menceritakan semua mengenai sakit yang diderita oleh Andi. Bahkan selama bertahun tahun, pria yang terlihat kuat itu nyatanya tidak sama sekali. Kasa saja yang menjadi asisten pribadi Andi, tidak mengetahui hal itu. Karena Andi benar benar menutupi semuanya seorang diri. Andi tidak ingin orang lain tahu tentang penyakit yang dirinya derita.     

"Saya saja baru tahu mengenai penyakit Papa 1 tahun terakhir, saat Papa anfal, selama beberapa tahun lalu Papa sengaja tidak memberitahu semuanya mengenai apa yang dirinya rasakan."     

Tangan pak Andi bergerak melihat hal itu Ikram seger mendekat dan membisikkan sesuatu yang masih bisa di dengar oleh Carissa dan Bian yang tak jauh dari mereka.     

"Pa! Di sini ada Carissa dan suaminya Bian. Mereka datang, untuk melihat Papa." Dengan perlahan, Andi membuka matanya dan menatap ke arah Ikram. Pria itu memberikan kode kepada Carissa untuk mendekat, di dampingi oleh Bian Caca mulai mendekati pria yang terbaring tak berdaya di atas tempat tidur.     

"Saya Carissa," ujar Caca dengan menahan Isak tangis. Wanita itu berusaha untuk terlihat lebih tegar dan tidak meneteskan air matanya, terbukti dengan dirinya yang menggenggam tangan Bian dengan begitu kuat.     

Andi tersenyum, pria itu mengangkat tangannya mencoba meraih tangan Carissa. Bian dengan sigap membantu istrinya dan Andi untuk bersentuhan, air mata yang sudah ada di sudut mata Carissa akhirnya tumpah ketika merasa sentuhan kulit yang sudah senja itu.     

***     

Bian dan Ikram duduk di sofa samping keduanya membiarkan pasangan anak dan ayah itu bertemu, bahkan Carissa yang awalnya tidak tahu harus bersikap seperti apa saat ini sudah dengan santainya menggenggam tangan sang ayah.     

"Maaf … sudah melukai kamu," ucap Andi dengan terbata bata, apalagi dengan nafas yang masih belum stabil. Membuat semuanya terlihat menyedihkan. Carissa tersenyum, wanita itu memberikan kekuatan untuk Andi supaya bisa sembuh kembali. "Anda harus kembali sembuh, banyak orang yang menyayangi anda."     

Andi begitu terharu, meskipun Carissa belum menyebut dirinya dengan panggilan 'Papa' tapi Andi sudah sangat bahagia. Karena Carissa sudah mau datang melihat dirinya. Pria tua yang sudah banyak dosa, pria tua yang tidak tahu malu.     

Sudah hampir siang, Carissa dan Bian pamit karena sudah terlalu lama meninggalkan kedua anaknya. Bian juga mengerti dengan tingkat emosional sang istri yang tidak stabil. Terlihat dari tadi bahwa Carissa terus menahan agar tidak menangis.     

Keduanya lalu pergi dan meninggalkan rumah sakit, Bian tak pernah lepas menggenggam tangan istrinya hingga masuk ke dalam mobi.     

"Menangis lah jika itu bisa membuat hati kamu lega. Teriaklah jika hal itu membuat kamu bisa lebih tenang."     

Dan sedetik kemudian, Carissa menangis wanita itu tidak kuat menahan semuanya pertemuan dengan Andi benar benar membuat Carissa tidak tahu harus bersikap seperti apa. Wanita itu sungguh bingung saat ini disatu sisi dirinya merindukan sosok seorang ayah namun, di sisi lain Carissa juga bingung karena sudah terlalu banyak luka yang sudah digoreskan Andi kepada keluarganya.     

Cukup lama Carissa menangis, hingga akhirnya Bian memeluk istrinya itu memberikan kalimat penenang supaya Carissa tahu bahwa ada dirinya di sampingnya saat ini, bahwa Caca tidak seorang diri. Setelah dirasakan cukup aman, mereka kembali lagi ke hotel karena memang masih ada acara makan malam keluarga besar nanti malam.     

Tidak ada lagi air mata, tidak ada lagi kesedihan Carissa juga sudah memoles wajahnya. Wanita itu tidak ingin membuat, mereka semua bertanya tanya tentang dirinya dan membuat cemas semuanya. Saat sampai di hotel nanti, Carissa ingin bicara dari hati ke hati dengan bunda Iren. Carissa tahu, bagaimana perasaan kesal dan kecewa bunda Iren kepada Pak Andi, dan itulah yang akan membuat mereka terus seperti ini, Carissa ingin berdamai dengan semua hal yang pernah terjadi dalam kehidupannya.     

"Sudah pulang kalian?" tanya bunda Iren. Saat masuk ke dalam kamar mereka, ternyata bunda Iren bersama dengan Tante Elsa ada di dalam sana bermain dengan Ryu dan Melody. Melihat hal itu semakin, membuat Carissa takut jika bundanya marah karena tadi mereka membohongi dirinya.     

"Iya Bun," jawab Carissa. Bian lalu pamit, meninggalkan para wanita di dalam sana. Bian meyakinkan Carissa bahwa semuanya akan baik baik saja, dan semua akan indah pada waktunya.     

"Gimana keadaan Andi Ca?" tanya Bunda Iren. Mendengar hal itu, membuat Carissa bingung wanita itu tidak tahu harus bersikap seperti apa. Sungguh saat ini dirinya hanya bisa diam lebih tepatnya kaget dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh bunda Iren tentang Andi.     

Bunda Iren tersenyum ke arah Carissa. "Jangan kaget gitu, bunda ngerti kenapa kalian bersikap seperti ini bunda nggak marah, bunda malahan senang. Bunda ingin semuanya berdamai, termasuk bunda sendiri," ucapnya. Mendengar ucapan yang terlontar dari mulut bund Iren membuat Carissa begitu bahagia. Wanita itu memeluk sang bunda dengan begitu erat dirinya juga menceritakan bagaimana kondisi Andi saat ini.     

"Setelah selesai acara Siska dan Elang, kita ke sana ya bareng bareng. Bunda pengen ketemu dengan dia," ucap bunda Iren. Carissa senang mendengar hal ini, apa yang dirinya takutnya tidak terjadi, dan hal itu membuat Carissa begitu bahagia. Wanita itu ingin semuanya berdamai, ingin semuanya bahagia. Sudah cukup, beberapa hal yang terjadi membuat banyak air mata yang mengalir.     

Dan kali ini, Carissa tidak ingin lagi. Caca ingin semuanya baik baik saja, membuka sebuah lembaran baru yang begitu indah.     

***     

Dua hari sudah, Bian mengantar Carissa mengunjungi rumah sakit untuk menjenguk Andi. Dan selama itu juga tidak banyak hal yang terjadi, Andi harus menjalani beberapa kali operasi untuk jantung, paru paru, dan juga hatinya. Mendengar ucapan yang disampaikan oleh dokter saja membuat hati Carissa meringis sedih. Wanita itu bahkan sudah tidak tega melihat kondisi laki laki yang sudah menjadi cinta pertamanya terbaring lemah di atas tempat tidur.     

"Gimana pak Andi hari ini sayang?" tanya Bian. Saat ini mereka sedang menuju ke rumah, pulang dari kantor Bian selalu menjemput istrinya dari rumah sakit. Terlihat jelas helaan nafas berat terdengar dari mulut Carissa. "Masih sama seperti sebelumnya, dokter juga sudah menyarany untuk melakukan pemasang ring di jantung, hanya saja Pak Andi masih belum mau. Dirinya mengatakan akan baik baik saja," jawab Carissa.     

"Kamu yang sabar, semua akan baik baik saja." Carissa tersenyum, membalas ucapan yang dilontarkan oleh suaminya itu, keduanya lalu pergi dari sana. Tak membutuhkan waktu lama Bian dan Carissa sampai di depan rumah mereka, jalanan kali ini begitu sepi sehingga membuat mereka bisa sampai lebih cepat.     

Hal pertama yang dilakukan oleh Carissa adalah bertemu dengan kedua anaknya. Ryu yang melihat sang bunda langsung berteriak kesenangan Carissa mendekati keduanya anaknya yang sedang bermain. Rasa lelah yang menyerang tiba tiba hilang, ketika melihat senyum manis di bibir Ryu dan juga Melody. Keduanya begitu baik beberapa hari ini, mereka seolah mengerti kemana sang bunda pergi terlebih Ryu yang biasanya tidak mau dengan orang lain secara perlahan mau, asalkan jangan dirinya melihat sangat bunda.     

"Kakak seharian ini ngapain aja nak?" tanya Carissa. Susi yang sedang menemani Melody serta Ryu pamit keluar. Asisten rumah tangga Carissa itu memberikan ruang untuk majikan berinteraksi bersama dengan kedua anaknya.     

"Ibu Susi ke dapur dulu," pamitnya. Carissa menganggukkan kepalanya. Lalu kembali menatap ke arah Melody, anak kecil itu saat ini sedang menatap ke arahnya juga dengan menampilkan senyuman yang begitu indah.     

"Tadi pagi jalan jalan sama mbak Susi ke taman bunda, beli cilok terus siangnya mbak Susi masak ayam goreng enak. Tapi lebih enak buatan bunda," ucap Melody.     

"Keren. Anak bunda terbaik, makannya habis, kan nak?" tanya Carissa.     

"Iya bunda. Karena kalau gak habis nanti Allah marah, terus Allah sedih. Kalau sedih nanti kita gak dikasih rezeki lagi." Carissa tersenyum mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Melody, mereka berdua Carissa dan Bian selalu mengajarkan hal hal sederhana supaya kedua anaknya tahu apa yang harus dilakukan.     

Melody kembali bermain, sedang Ryu terus duduk di pangkuan sang bunda hingga akhirnya anak itu menutup matanya. Ryu tertidur dengan tangan masih memegang mainan. Melihat hal itu, membuat Carissa tersenyum bahagia. Anaknya ini, memang begitu menggemaskan, Carissa langsung membawa Ryu ke atas tempat tidur.     

"Bunda mau kemana?" tanya Melody.     

"Mau boboin adek di atas tempat tidur. Kakak mau ikut tidur?" tanya Carissa. Diliriknya jam masih pukul 15.00 masih bisa untuk anak anaknya tidur sore. Melody langsung menganggukkan kepalanya, dan mulai naik ke atas tempat tidur.     

Carissa berada di tengah tengah kedua anaknya, di sisi kiri ada Ryu dan di sisi kanan ada Melody. Mereka bertiga tertidur dengan begitu nyenyak, rasanya Carissa sangat lelah apa lagi dengan beberapa hari ini begitu banyak aktivitas yang dirinya lakukan.     

Bian yang sudah selesai mandi, bingung mencari keberadaan sang istri. Pria itu lalu turun ke lantai bawa, di ruang tamu juga tidak ada istrinya. Lalu Bian berjalan menuju, dapur di sana hanya ada Susi dan bunda Iren yang sedang membuat kue.     

"Bun, Carissa mana?" tanya Bian.     

"Ibu ada di kamar anak anak pak." Mendengar jawaban dari Susi membuat Bian segera menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju kamar Melody dan Ryu.     

Ceklek     

Pintu kamar itu terbuka dengan lebar, senyum di bibir Bian terbit begitu sempurna ketika melihat ketiga orang yang sangat dirinya cintai, sedang tertidur nyenyak di atas tempat tidur. Ketiganya terlihat sangat lelah, Bian mendekat dan membenarkan cari tidur Melody yang begitu tomboi.     

Carissa membuka matanya, saat merasakan sebuah gerakan.     

"Mas," panggilnya. Bian menempelkan jarinya ke mulut, supaya Carissa tidak bersuara.     

"Tidur lagi aja. Mas juga mau tidur," ucapnya. Carissa yang masih mengantuk menganggukkan kepalanya mereka bertiga laku tertidur dengan saling memeluk kedua anaknya masing masing.     

***     

Suara ponsel yang berdering membuat tidur Bian terganggu. Diliriknya jam sudah pukul 23.00 malam, pria itu melirik ke arah sang istri yang sudah nyenyak. Bian lalu meraih ponselnya di samping tempat tidur. Sudah banyak panggilan dari nomor rumah sakit dan juga Ikram seketika jantung Bian berdetak dengan sangat kencang.     

Tadi sebelum makan malam, Bian dan Carissa sempat video call dengan Ikram bertanya tentang kondisi Andi dan masih sama saja, belum ada perubahan.     

"Iya Hallo."     

"..."     

"Apa!!" teriakan yang diberikan oleh Bian, membuat tidur Carissa terbangun. Carissa membuka matanya dan menatap ke arah sang suami, wanita itu lalu duduk kedua mata mereka bertemu. Melihat ekspresi wajah yang di tampilkan oleh Bian membuat perasaan Carissa tidak enak.     

"..."     

"Gue ke sana sekarang," ucap Bian. Panggilan itu diputus, Bian menatap ke arah sang istri menghirup dan menarik nafasnya panjang.     

"Kita ke rumah sakit sekarang kondisi pak Andi sangat kritis, bahkan sempat beberapa kali nadinga terhenti."     

Deg     

Deg     

Deg     

Perasaan Carissa seketika hancur, mendengar kabar itu wanita itu terdiam. Bian segera memeluk istrinya supaya bisa lebih tenang, saat ini memang air mata Carissa tidak mengalir. Tapi Bian yakin bahwa istrinya itu sangat hancur mendengar ucapan tersebut.     

Carissa dan Bian segera keluar dari dalam kamarnya, bertepatan dengan hal itu terdengar suara menangis bunda Iren di dalam kamar.     

"Kenapa Bund?" tanya Bian.     

"Bian antar bunda nak. Bunda mau ketemu Andi, tadi bunda di telpon Kasa kalau kondisi Andi semakin memburuk. Ayo kita ke rumah sakit sekarang," ucap bunda Iren.     

Sebenci apapun dirinya dengan Andi, tapi dirinya masih peduli dengan pria yang sudah seperti kakaknya sendiri sebelumnya semua masalah itu muncul.     

Ketiganya segera pergi dari situ, Bian menitipkan anak-anaknya kepada Susi dan juga segera menghubungi Siska dan Elang untuk datang ke rumah mereka segera.     

Dengan kecepatan kilat mobil yang dikendarai oleh Bian sudah sampai di lobby rumah sakit. Mereka semua lalu turun, di depan ruangan terlihat beberapa anak buah Andi terdiam terlihat jelas raut wajah kesedihan. Carissa langsung masuk, air matanya menetes ketika melihat Andi yang terpejam dengan dokter yang berada di sana..     

"Pa, ini Caca Pa. Papa harus sembuh, Papa harus kuat. Papa gak boleh pergi, papa kita baru bertemu. Kenapa Papa mau pergi lagi? Papa gak sayang sama Caca, Papa maafin Caca. Maaf karena baru sekarang tahu keberadaan Papa. Caca sayang sama Papa," ucap Carissa sembari menggenggam tangan Andi. Dokter dan suster memberikan ruang untuk kedua anak dan ayah itu.     

Carissa menangis wanita itu menceritakan semuanya berharap jika Papanya itu kembali sadar. Banyak hal yang diungkapkan oleh Carissa, air matanya sudah mengalir dengan begitu deras sungguh hal seperti ini tidak diinginkan oleh Carissa. Dirinya masih ingin, bersama bahkan ingin merawat Andi.     

"Pa, papa mau ketemu ibu? Papa mau ninggalin Caca lagi? Kalau memang begitu, papa baik baik ya. Caca titip salam dengan ibu, bilang bahwa Carissa begitu bahagia bisa lahir dari kedua orang tua hebat seperti kalian. Caca juga sudah maafin semuanya, Caca bahagia mengenal kalian. Papa dan Ibu adalah orang tua terbaik Caca, dan Caca ikhlas Pa."     

Tiiiitttttt     

Alat berbentuk kotak di samping tempat tidur Andi sudah berbunyi serta garis yang biasanya naik turun sudah lurus begitu saja. Hal itu membuat Carissa berteriak histeris, para dokter langsung memeriksakan keadaan Papa Andi, Bian menarik istrinya ke sudut ruangan dan memeluk Carissa dengan erat. Wanita itu terus berontak bukan hanya Carissa Bunda Iren yang ada di sana juga menangis sekuat kuatnya. Belum sempat dirinya mengucapkan sepatah katapun kepada Andi tapi laki laki itu sudah pergi meninggalkan semua orang.     

"Papa Mas … papa," ucap Carissa. Baru saja manisnya memiliki seorang ayah, tapi hal itu harus kembali menelan pil pahit kehilangan. Membuat, Carissa begitu hancur, apalagi Andi belum sempat mendengar Carissa memanggilnya dengan sebutan Papa.     

Hancurnya hati seorang anak adalah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya, disaat dirinya baru mengenal mereka. Hati Carissa begitu hancur pertemuan itu hanya singkat dan akhirnya kembali dipisahkan untuk selamanya. Dipisahkan oleh maut, menangis meminta sudah tidak mungkin, takdir kematian sudah tertulis dengan sangat jelas. Setiap anak, akan melewati hal itu entah kapan dan bagaimana caranya.     

***     

Air mata sudah tak pernah berhenti lagi mengalir, membasahi bumi ini. Begitu juga air hujan yang turun, seolah langit juga tahu bagaimana kesedihan Carissa.     

Duduk di dekat kedua gundukkan tanah yang satu masih baru, dan satu lagi sudah lama. Untuk pertama kalinya Carissa datang, mengunjungi makam sang ibu. Namun, dirinya tidak seorang diri tapi banyak orang karena sekaligus menghantarkan sang Papa di peristirahat terakhir tepat di samping sang ibu.     

"Pa Bu, kalian berdua pasti sudah bertemu kan? Papa jangan lupa untuk menyampaikan salam Caca untuk ibu. Caca begitu rindu, Caca sangat menyayangi kalian berdua. Papa dan Ibu adalah orang tua hebat untuk Caca, bahagia selalu kalian disana."     

Bian selalu berada di samping istrinya, Bian tahu di saat seperti ini Carissa benar benar hancur perasaannya.     

"Kita pulang ya. Hujan semakin deras," ajak Bian. Carissa menganggukkan kepalanya, keduanya lalu pergi meninggalkan makam kedua orang tua Carissa.     

"Pa Bu. Bian memang baru mengenal kalian, tapi Bian tahu dari mana sikap baik hati yang dimiliki oleh Carissa."     

Baru saja Bian dan Carissa masuk ke dalam mobil hujan yang tadinya baru rintik saat ini sudah turun dengan semakin deras, Bian segera mengendarai mobilnya untuk pulang ke rumah.     

***     

Di lain tempat Siska saat ini sedang menenangkan Ryu. Anak itu sejak tadi menangis, mungkin karena belum melihat keberadaan sang bunda. Sejak tadi pagi, Carissa dan Bian sibuk mengurusi pemakaman Andi sebagai seorang yang berpengaruh membuat banyak hal yang terjadi.     

Kasa dan Ikram, juga membantu Ikram begitu merasakan kehilangan yang begitu besar ketika melihat Andi terbujur kaku tanpa bernyawa.     

"Sini sayang biar aku yang gendong Ryu," ucap Elang. Pria itu kasihan melihat istrinya yang terus berusaha menenangkan sang keponakan yang tidak henti hentinya menangis.     

"Gak apa apa Mas. Nanti makin nangis dia, ini udah tenang. Ryu tenang ya sayang, sebentar lagi ketemu bunda kok. Kan bunda lagi pergi ke makam kakek ya anak baik," ucap Siska. Ryu yang mungkin sudah kelelahan menangis seharian, akhirnya menutupnya dan tertidur dalam dekapan Siska. Anak kecil itu memeluk Siska dengan begitu erat, meskipun sesekali masih sering terdengar suara rengekan dari mulut Ryu.     

Anak itu akan tertidur dengan jika ada Carissa di sampingnya. Tak lama mobil Bian dan Carissa sampai, keduanya masuk ke dalam rumah.     

"Mbak ganti baju aja dulu, terus baru gendong Ryu ya. Mbak pasti capek," ucap Siska saat melihat Carissa akan mengambil Ryu. Caca menganggukkan kepalanya, wanita itu berjalan ke dalam kamarnya. Tepat setelah pintu kamar tertutup, kembali air mata Carissa mengalir sungguh hal ini benar benar membuat Carissa tidak menyangka secepat ini dirinya bertemu dan berpisah kembali dengan Papanya.     

Waktu selama satu Minggu ini, benar benar sangat singkat membuat Carissa begitu merindukan kebersamaan itu. Apalagi di detik detik terakhir, barulah Carissa mau menyebut Andi dengan sebutan Papa. Memanggil pria itu dengan panggilan yang begitu diinginkan didengar oleh Andi sejak lama.     

"Carissa bahagia memiliki orang tua seperti Papa dan Ibu. I love you, doakan Carissa dan Mas Bian selalu bahagia terus bersama dengan anak anak."     

##     

Setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Hancurnya hati seseorang bukan hanya diputusi pacar atau dikhianati. Tapi harus menerima jika malaikat nya, kedua orang tuanya harus pergi dan tak bisa kembali.     

Selamat membaca dan terima kasih. Love you guys.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.